Mual dan muntah bisa jadi menunjukan beberapa
kondisi, maka amat penting untuk menentukan penyebab sebelum memutuskan
penggunaan obat yang tepat.
Mual dan muntah sering sekali
dilontarkan pasien dengan latar belakang penyakit yang berbeda.
Penyebab mual dan muntah bisa jadi sangat
sederhana, seperti berputar terlalu cepat saat naik mesin di taman
hiburan. Tetapi, mual muntah bisa juga merupakan gejala suatu penyakit
yang lebih serius, atau karena efek pemberian obat-obatan tertentu. Jadi
mual muntah bisa berdiri sendiri sebagai hal yang independen, namun
umumnya dibicarakan bersama-sama dengan kondisi lain.
Mual dan muntah banyak dikaitkan dengan ganguan
organik dan fungsional. Kondisi darurat di rongga perut seperti
apendikitis kut, kolesistitis, gangguan di saluran intestinal, atau
peritonitis juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Infeksi virus,
bakteri, dan parasit lain di saluran pencernaan secara tipikal
menyebabkan mual dan mmuntah dengan derajat berat. Satu dari begutu
banyak penyebab muntah pada anak adalah gastroenteritis yang disebabkan
rotavirus.
Tipe lain dari kondisi mual dan muntah adalah
yang disebut mual dan muntah yang bisa diantisipasi atau anticipatory
nausea and vomiting. Mual dan muntah jenis ini disebabkan karena
pemberian obat-obat kemoterapi atau akibat kecemasan yang timbul karena
tindakan tersebut. Kebanyakan pasien menunjukkan dua-duanya, baik karena
obatnya dan juga kecemasan akibat efek kemoterapi. Data dari Support
Care Cancer tahun 1998 menunjukkan mual atau Anticipatory nausea (AN)
dialami oleh sekitar 29% pasien yang menjalani kemoterapi atau 1:3.
Sedangkan muntah (anticipatory vomitting/AV) terjadi pada 11% pasien
atau 1:10.
Mual dan muntah juga bisa dikeluhkan pasien
sesudah menjalani operasi. Data dari World Federation of Societies of
Anaesthesiologists 2003 menyebutkan Postoperative nausea and vomiting
(PONV) merupakan kejadian yang tidak diinginkan (adverse events0 yang
paling sering terjadi setelah tindakan pembedahan. Kasusnya mencapai
60-70% jika menggunakan agen anastesi lama, dibandingkan 30% dengan
penggunaan obat anastesi yang relatif baru.
Gejala yang sama juga banyak ditemukan pada
kehamilan. Bahkan kasusnya relatif tinggi. Rasa mual menimpa 75-85%
perempuan hamil, dan 50% diikuti muntah.
Karena cukup menganggu dan menurunkan
aktivitas harian penderita, maka tujuan terapi untuk mual dan muntah
adalah mencegah atau menghilangkannya. Tetapi pendekatan terapi sangat
tergantung pada kondisi medis masing-masing pasien. Untuk mual dan
muntah ringan, bisa diatasi dengan obat-obat bebas atau bisa dilakukan
pendekatan non farmakologi.
Tetapi karena gejala mual dan muntah bisa jadi
merepresentasikan beberapa kondisi, maka amat penting untuk menentukan
penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang tepat.
Tujuan keseluruhan dari terapi
antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan
muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik
diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder
dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan
berat badan.
Obat-obat anti muntah
(antiemesis) untuk pasien kanker yang menerima obat kemoterapi
harus diberikan sebelum, selama dan sesudah kemoterapi. Obat-obat yang
digunakan untuk mengatasi efek samping kemoterapi, dalam hal ini mual
dan muntah, adalah proklorperazine saja atau dikombinasikan dengan
lorazepam; granisetron, ondansetron, atau dolasetron yang merupakan obat
golongan 5-HT3 receptor antagonis. Obat ini bekerja dengan menghambat
aksi serotonin, yang merupakan substansi alamiah penyebab mual dan
muntah. Salah satu dari obat golongan antagonis reseptor 5-HT3 tersebut
juga bisa dikombinasikan dengan deksametason atau metilprednisolon.
0 komentar:
Posting Komentar